Rabu, 11 Mei 2011

Askep Filariasis

A.    LATAR BELAKANG
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif serta ditujukan kepada individu keluarga masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencangkup seluruh siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan serta pemeliharaan kesehatan khususnya pada klien (Perry, Potter. 2005)
Filariasis atau yang dikenal dengan penyakit kaki gajah mulai ramai diberitakan sejak akhir tahun 2009, akibat terjadinya kematian pada beberapa orang. Sebenarnya penyakit ini sudah mulai dikenal sejak 1500 tahun oleh masyarakat, dan mulai diselidik lebih mendalam ditahun 1800 untuk mengetahui penyebaran, gejala serta upaya mengatasinya. Baru ditahun 1970, obat yang lebih tepat untuk mengobati filarial ditemukan. Rubrik ini berusaha menjelaskan mengapa hal tersebut dapat terjadi dan mengapa penanggulangan Penyakit Kaki Gajah harus segera dilaksanakan. Penyakit filaria yang disebabkan oleh cacing khusus cukup banyak ditemui di negeri ini dan cacing yang paling ganas ialah Wuchereria bancrofti, Brugia, malayi, Brugia timori, Penelitian di Indonesia menemukan bahwa cacing jenis Brugia dan Wuchereria merupakan jenis terbanyak yang ditemukan di Indonesia, sementara cacing jenis Brugia timori hanya didapatkan di Nusa Tenggara Timur, khususnya di pulau Timor. Di dunia, penyakit ini diperkirakan mengenai sekitar 115 juta manusia, terutama di Asia Pasifik, Afrika, Amerika Selatan dan kepulauan Karibia. Penularan cacing Filaria terjadi melalui nyamuk dengan periodisitas subperiodik (kapan saja terdapat di darah tepi) ditemukan di Indonesia sebagian besar lainnya memiliki periodisitas nokturnal dengan nyamuk Culex, nyamuk Aedes dan pada jenis nyamuk Anopheles. Nyamuk Culex juga biasanya ditemukan di daerah-daerah urban, sedangkan Nyamuk Aedes dan Anopheles dapat ditemukan di daerah-daerah rural. (riyanto,harun.2010)
Filariasis merupakan penyakit menular (penyakit kaki gajah) yang disebabkan oleh cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk.penyakit ini bersifat menahun, Dan bila tidak dapat pengobatan daapt menimbulakan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan, dan alat kelamin, baik perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehinggamenjadi beban keluarga. Berdasarkan laporan dari hasil survey pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 1553 desa di 647 puskesmas tersebar di 231 kabupaten sebagai lokasi endemis, dengan jumlah kasus kronis 6233 orang. Hasil survay laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata mikrofilaria rate (Mf Rate) 3,1%berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang memepunyai resiko tinggi untuk ketularan karena nyamuk penularannya tersebar luas.
Untuk memberantas penyakit ini sampai tuntas. (chairufatah,alex.2009)
WHO sudah menetapkan kesepakatan global (The Global Goal of Elimination of lympatic filariasis as a public Health Problem by the year 2020). Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan misal dengan DEC dan albendazol setahun sekali selama 5 tahun di lokasi yang endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk mencegah kecacatan dan mengurangi penderitanya. Indonesia akan melaksanakan eliminasi penyakit gajah secara berthap dimulai pada tahun 2002 di 5 kabupaten percontohan. Perluasan wilayah akan dilaksanakan 5 tahun.
Dari uraian diatas dapat kita simpulkan penyakit filariasis adalah penyakit endemis yang apa tidak ditangani secara cepat akan memperluas penyebaran dan penularannya kepada manusia. Oleh karena itu kita perlu mengetahui apa itu filariasis, serta hal-hal yang terkait dengannya. Berdasarkan paparan dari fakta inilah maka kami selaku penulis tertarik untuk membahas kasus mengenai penyakit filariasis ini dan sebagai pemenuhan tugas pada blok sistem imun dan hematologi. (riyanto, harun.2005)









B.  FILARIASIS
1.   Definisi
     Filariasis adalah suatu penyakit yang sering pada daerah subtropik dan tropik, disebabkan oleh parasit nematoda pada pembuluh limfe. (Witagama,dedi.2009) Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit menular kronik yang disebabkan sumbatan cacing filaria di kelenjar / saluran getah bening, menimbulkan gejala klinis akut berupa demam berulang, radang kelenjar / saluran getah bening, edema dan gejala kronik berupa elefantiasis. Filariasis ialah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk pada kelenjar getah bening, Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin baik perempuan maupun laki-laki. (Witagama,dedi.2009)

2. Klasifikasi
Limfedema pada filariasis bancrofti biasanya mengenai seluruh tungkai. Limfedema tungkai ini dapat dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
a.    Tingkat 1. Edema pitting pada tungkai yang dapat kembali normal (reversibel) bila tungkai diangkat.
b.   Tingkat 2. Pitting/ non pitting edema yang tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai diangkat.
c. Tingkat 3. Edema non pitting, tidak dapat kembali normal (irreversibel) bila tungkai diangkat, kulit menjadi tebal.
d. Tingkat 4. Edema non pitting dengan jaringan fibrosis dan verukosa pada kulit (elephantiasis). (T.Pohan,Herdiman,2009)

3. Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh 3 spesies cacing filarial : Wuchereria Bancrofti, Brugia Malayi, Brugia Timori. cacing ini menyerupai benang dan hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan darah. infeksi cacing ini menyerang jaringan viscera, parasit ini termasuk kedalam superfamili Filaroidea, family onchorcercidae.
Cacing ini dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 - 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan jutaan anak cacing (microfilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari.  Penyebarannya diseluruh Indonesia baik di pedesaan maupun diperkotaan. Nyamuk merupakan vektor filariasis Di Indonesia ada 23 spesies nyamuk yang diketahui bertindak sebagai vektor dari genus: mansonia, culex, anopheles, aedes dan armigeres. Mikrofilaria mempunyai periodisitas tertentu tergantung dari spesies dan tipenya.Di Indonesia semuanya nokturna kecuali type non periodic Secara umum daur hidup ketiga spesies sama Tersebar luas di seluruh Indonesia sesuai dengan keadaan lingkungan habitatnya. ( Got, sawah, rawa, hutan )

4. Faktor yang mempengaruhi :  
    -  Lingkungan fisik :Iklim, Geografis, Air dan lainnnya,
    -  Lingkungan biologik: lingkungan Hayati yang mempengaruhi penularan; hutan,   
    -  lingkungan social – ekonomi budaya : Pengetahuan, sikap dan perilaku, adat
    -  Ekonomi: Cara Bertani, Mencari Rotan, Getah Dsb
(Witagama,dedi.2009)
     
5. Daur hidup filariasis
Penularan dapat terjadi apabila ada 5 unsur yaitu sumber penular (manusia dan hewan), Parasit , Vektor, Manusia yang rentan, Lingkungan (fisik, biologik dan sosial ekonomibudaya) Didalam tubuh nyamuk mikrofilaria yang diisap nyamuk akan berkembang dalam otot nyamuk.Setelah 3 hari menjadi larva L1, 6 hari menjadi larva L2, 8-10 hari untuk brugia atau 10 – 14 hari untuk wuchereria akan menjadi larva L3. Larva L3 sangat aktif dan merupakan larva infektif.ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk (tetapi tidak seperti malaria). Manusia merupakan hospes definitive Hampir semua dapat tertular terutama pendatang dari daerah non-endemik Beberapa hewan dapat bertindak sebagai hospes reservoir.
Larva infektif ( larva stadium 3 ) ditularkan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk, beberapa jam setelah masuk kedalam darah, larva berubah menjadi stadium 4 yang kemudian bergerak dan menuju pembuluh dan kelenjar limfe. Sekitar 9 bulan / 1 tahun kemudian larva ini berubah menjadi cacing dewasa jantan dan betina, cacing dewasa ini terutama tinggal di saluran limfe aferens, terutama di saluran limfe ekstremitas bawah ( inguinal dan obturator ), ekstremitas atas ( saluran limfe aksila ), dan untuk W.bancrofti ditambah dengan saluran limfe di daerah genital laki-laki ( epididimidis, testis, korda spermatikus ).
Melalui kopulasi, cacing betina mengeluarkan larva stadium 1 (bentuk embrionik/mikrofilaria ) dalam jumlah banyak, dapat lebih dari 10.000 per hari. Mikrofilaria kemudian meninggalkan cacing induknya, menembus dinding pembuluh limfe menuju ke pembuluh darah yang berdekatan atau terbawa oleh saluran limfe masuk ke dalam sirkulasi darah mungkin melalui duktus thoracicus, mikrofilaremia ini terutama sering ditemukan pada malam hari antara tengah malam sampai jam 6 pagi. Pada saat siang hari hanya sedikit atau bahkan tidak ditemukan mikrofilaremia, pada saat tersebut mikrofilaria berada di jaringan pembuluh darah paru. Penyebab periodisitas nokturnal ini belum diketahui, namun diduga sebagai bentuk adaptasi ekologi lokal, saat timbul mikrofilaremia pada malam hari, pada saat itu pula kebanyakan vektor menggigit manusia. Diduga pula pH darah yang lebih rendah saat malam hari berperan dalam terjadinya periodisitas nokturnal. Darah yang mengandung mikrofilaria dihisap nyamuk, dan dalam tubuh nyamuk larva mengalami pertumbuhan menjadi larva stadium 2 dan kemudian larva stadium 3 dalam waktu 10 – 12 hari. Cacing dewasa dapat hidup sampai 20 tahun dalam tubuh manusia, rata-rata sekitar 5 tahun.
Penyebab utama filariasis limfatik adalah Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori sedangkan filariasis subkutan disebabkan oleh Onchorcercia spp. Filariasis limfatik yang disebabkan oleh W.bancrofti disebut juga sebagai Bancroftian filariasis dan yang disebabkan oleh Brugia malayi disebut sebagai Malayan filariasis. Filariasis limfatik ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp., Culex spp., Aedes spp. dan Mansonia spp. Filariasis limfatik merupakan penyebab utama dari kecacatan didaerah endemic sehingga merupakan masalah kesehatan masyarakat utama dengan penyebab utama W.bancrofti. Pada beberapa tahun belakangan terjadi peningkatan kasus limfatik filariasis di daerah perkotaan ( urban lymphatic filariasis) yang disebabkan oleh peningkatan populasi penderita di per-kotaan akibat urbanisasi dan tersedianya vektor di daerah tersebut. (Witagama,dedi.2009)

6.  Patofisiologi
Parasit memasuki sirkulasi saat nyamuk menghisap darah lalu parasit akan menuju pembuluh limfa dan nodus limfa. Di pembuluh limfa terjadi perubahan dari larva stadium 3 menjadi parasit dewasa. Cacing dewasa akan menghasilkan produk – produk yang akan menyebabkan dilaasi dari pembuluh limfa sehingga terjadi disfungsi katup yang berakibat aliran limfa retrograde. Akibat dari aliran retrograde tersebut maka akan terbentuk limfedema. (Witagama,dedi.2009)
Perubahan larva stadium 3 menjadi parasit dewasa menyebabkan antigen parasit mengaktifkan sel T terutama sel Th2 sehingga melepaskan sitokin seperti IL 1, IL 6, TNF α. Sitokin - sitokin ini akan menstimulasi sum- sum tulang sehingga terjadi eosinofilia yang berakibat meningkatnya mediator proinflamatori dan sitokin juga akan merangsang ekspansi sel B klonal dan meningkatkan produksi IgE. IgE yang terbentuk akan berikatan dengan parasit sehingga melepaskan mediator inflamasi sehingga timbul demam. Adanya eosinofilia dan meningkatnya mediator inflamasi maka akan menyebabkan reaksi granulomatosa untuk membunuh parasit dan terjadi kematian parasit. Parasit yang mati akan mengaktifkan reaksi inflam dan granulomatosa. Proses penyembuhan akan meninggalkan pembuluh limfe yang dilatasi, menebalnya dinding pembuluh limfe, fibrosis, dan kerusakan struktur. Hal ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan limfa ke interstisial yang akan menyebabkan perjalanan yang kronis. (harun,riyanto.2010)

7. Manifestasi Klinis
Manifestasi gejala klinis filariasis disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem limfatik dengan konsekuensi limfangitis dan limfadenitis. Selain itu, juga oleh reaksi hipersensitivitas dengan gejala klinis yang disebut occult filariasis. Dalam proses perjalanan penyakit, filariasis bermula dengan limfangitis dan limfadenitis akut berulang dan berakhir dengan terjadinya obstruksi menahun dari sistem limfatik. Perjalanan penyakit berbatas kurang jelas dari satu stadium ke stadium berikutnya, tetapi bila diurutkan dari masa inkubasi dapat dibagi menjadi:
1.   Masa prepaten
Merupakan masa antara masuknya larva infektif sampai terjadinya mikrofilaremia yang memerlukan waktu kira-kira 3¬7 bulan. Hanya sebagian tdari penduduk di daerah endemik yang menjadi mikrofilaremik, dan dari kelompok mikrofilaremik inipun tidak semua kemudian menunjukkan gejala klinis. Terlihat bahwa kelompok ini termasuk kelompok yang asimtomatik baik mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
2. Masa inkubasi
Merupakan masa antara masuknya larva infektif hingga munculnya gejala klinis yang biasanya berkisar antara 8-16 bulan.
3. Gejala klinik akut
Gejala klinik akut menunjukkan limfadenitis dan limfangitis yang disertai panas dan malaise. Kelenjar yang terkena biasanya unilateral. Penderita dengan gejala klinis akut dapat mikrofilaremik ataupun amikrofilaremik.
4. Gejala menahun
Gejala menahun terjadi 10-15 tahun setelah serangan akut pertama. Mikrofilaria jarang ditemukan pada stadium ini, sedangkan limfadenitis masih dapat terjadi. Gejala kronis ini menyebabkan terjadinya cacat yang mengganggu aktivitas penderita
serta membebani keluarganya. (Witagama,dedi.2009)
Filariasis bancrofti Pada filariasis yang disebabkan Wuchereria bancrofti pembuluh limfe alat kelamin laki-laki sering terkena disusul funikulitis, epididimitis dan orchitis. Limfadenitis inguinal atau aksila, sering bersama dengan limfangitis retrograd yang umumnya sembuh sendiri dalam 3-15 hari. Serangan biasanya terjadi beberapa kali dalam setahun.
Filariasis brugia Pada filariasis yang disebabkan Brugia malayi dan Brugia timori limfadenitis paling sering mengenai kelenjar inguinal, sering terjadi setelah bekerja keras. Kadang-kadang disertai limfangitis retrograd. Pembuluh limfe menjadi keras dan nyeri, dan sering terjadi limfedema pada pergelangan kaki dan kaki. Penderita tidak mampu bekerja selama beberapa hari. Serangan dapat terjadi 12 kali dalam satu tahun sampai beberapa kali perbulan. Kelenjar limfe yang terkena dapat menjadi abses, memecah, membentuk ulkus dan meninggalkan parut yang khas, setelah 3 minggu hingga 3 bulan
Filariasis bancrofti Keadaan yang sering dijumpai adalah hidrokel. Di dalam cairan hidrokel dapat ditemukan mikrofilaria. Limfedema dan elefantiasis terjadi di seluruh tungkai atas, tungkai bawah, skrotum, vulva atau buah dada, dengan ukuran pembesaran di tungkai dapat 3 kali dari ukuran asalnya. Chyluria dapat terjadi tanpa keluhan, tetapi pada beberapa penderita menyebabkan penurunan berat badan dan kelelahan. Elefantiasis terjadi di tungkai bawah di bawah lutut dan lengan bawah. Ukuran pembesaran ektremitas umumnya tidak melebihi 2 kali ukuran asalnya. (Witagama,dedi.2009)


8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Diagnosis Klinik
Diagnosis klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik penting dalam menentukan angka kesakitan akut dan menahun (Acute and Chronic Disease Rate).
Pada keadaan amikrofilaremik, gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis filariasis adalah gejala dan tanda limfadenitis retrograd, limfadenitis berulang dan gejala menahun.

b.    Diagnosis Parasitologik
     Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan ditemukannya mikrofilaria pada pemeriksaan darah kapiler jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan siang hari, 30 menit setelah diberi DEC
100 mg. Dari mikrofilaria secara morfologis dapat ditentukan species cacing filaria.
c. Radiodiagnosis
Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) pada skrotum dan kelenjar limfe inguinal penderita akan memberikan gambaran cacing yang bergerak-gerak (filarial dance sign).
Pemeriksaan limfosintigrafi dengan menggunakan dekstran atau albumin yang dilabel dengan radioaktif akan menunjukkan adanya abnormalitas sistem limfatik, sekalipun pada penderita yang mikrofilaremia asimtomatik.


d. Diagnosis Immunologi
Pada keadaan amikrofilaremia seperti pada keadaan prepaten, inkubasi, amikrofilaremia dengan gejala menahun, occult filariasis, maka deteksi antibodi dan/atau antigen dengan cara immunodiagnosis diharapkan dapat menunjang diagnosis.
Adanya antibodi tidak menunjukkan korelasi positif dengan mikrofilaremia, tidak membedakan infeksi dini dan infeksi lama. Deteksi antigen merupakan deteksi metabolit, ekskresi dan sekresi parasit tersebut, sehingga lebih mendekati diagnosis parasitologik. Gib 13, antibodi monoklonal terhadap O. gibsoni menunjukkan korelasi yang cukup baik dengan mikrofilaremia W. bancrofti di Papua New Guinea. (Marty,Aileen,M.2009)

9.  Pengkajian
a. Riwayat kesehatan
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun. Cacing filariasis menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk infektif yang mengandung larva stadium III. Gejala yang timbul berupa demam berulang-ulang 3-5 hari, demam ini dapat hilang pada saat istirahat
dan muncul lagi setelah bekerja berat.
b. Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah, intoleransi aktivitas, perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktivitas ( Perubahan TD, frekuensi jantung)

10.  Diagnosa keperawatan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada kelenjar getah bening
2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe
3. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan fisik
4. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan pada anggota tubuh
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit imun, lesi pada kulit


11. Intervensi keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan : Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan peradangan pada  
         kelenjar getah bening. Hasil yang diharapkan : Suhu tubuh pasien dalam batas normal.
       No. Intervensi Rasional
       1. Berikan kompres pada daerah frontalis dan axial
       2. Monitor vital sign, terutama suhu tubuh
       3. Pantau suhu lingkungan dan modifikasi lingkungan sesuai kebutuhan, misalnya
  
    sediakan Sediakan selimut yang tipis.
4. Anjurkan kien untuk banyak minum air putih
5. Anjurkan klien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat jika panas tinggi
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (anti piretik).

Rasionalisai :
1. Mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus, mengurangi panas tubuh yang
              mengakibatkan darah vasokonstriksi sehingga pengeluaran panas secara konduksi
2. Untuk mengetahui kemungkinan perubahan tanda-tanda vital
3. Dapat membantu dalam mempertahankan / menstabilkan suhu tubuh pasien.
4. Diharapkan keseimbangan cairan tubuh dapat terpenuhi
5. Dengan pakaian tipis dan menyerap keringat maka akan mengurangi penguapan
6. Diharapkan dapat menurunkan panas dan mengurangi infeksi

2.  Diagnosa Keperawatan
   Nyeri berhubungan dengan pembengkakan kelenjar limfe Hasil yang diharapkan :
   Nyeri  hilang
a)    Intervensi :
1. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan / atur posisi), ajarkan teknik relaksasi.
2. Observasi nyeri (kualitas, intensitas, durasi dan frekuensi nyeri).
3. Anjurkan pasien untuk melaporkan dengan segera apabila ada nyeri.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi pengobatan (obat anelgetik).

b)   Rasional :
1. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dapat meningkatkan
     koping.
2. Menentukan intervensi selanjutnya dalam mengatasi nyeri
3. Nyeri berat dapat menyebabkan syok dengan merangsang sistem syaraf simpatis,
 
        mengakibatkan kerusakan lanjutan
    4. Diberikan untuk menghilangkan nyeri.


3.  Diagnosa keperawatan : Harga Diri Rendah berhubungan dengan perubahan fisik
     Hasil yang diharapkan :
-  Menyatakan gambaran diri lebih nyata
-
 Menunjukan beberapa penerimaan diri daripada pandangan idealisme
-
 Mengakui diri sebagai individu yang mempunyai tanggung jawab sendiri
a)    Intervensi :
1.
 Akui kenormalan perasaan
2.
 Dengarkan keluhan pasien dan tanggapan – tanggapannya mengenai keadaan yang  
     dialami
3.
 Perhatikan perilaku menarik diri, menganggap diri negatif, penggunaan penolakan
     atau tudak terlalu menpermasalahkan perubahan aktual
4.
 Anjurkan kepada orang terdekat untuk memperlakukan pasien secara normal   
     (bercerita tentang keluarga)
5.
 Terima keadaan pasien, perlihatkan perhatian kepada pasien sebagai individu
6.
 Berikan informasi yang akurat. Diskusikan pengobatan dan prognosa dengan jujur  
    jika pasien sudah berada pada fase menerima
7.
 Kolaborasi :
Rujuk untuk berkonsultasi atau psikoterapi sesuai dengan indikasi Pengenalan perasaan tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan mengatasinya secaraefektif.


b)   Rasional
1. Memberi petunjuk bagi pasien dalam memandang dirinya, adanya perubahan peran
    dan kebutuhan, dan berguna untuk memberikan informasi pada saat tahap
    penerimaan
2. Mengidentifikasi tahap kehilangan / kebutuhan intervensi.
3. Melihat pasien dalam kluarga, mengurangi perasaan tidak berguna, tidak berdaya,   
   dan persaan terisolasi dari lingkungan dan dapat pula memberikan kesempatan    
   pada orang terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan.   
4. Membina suasana teraupetik pada pasien untuk memulai penerimaan diri
5. Fokus informasi harus diberikan pada kebutuhan – kebutuhan sekarang dan segera
    lebih dulu, dan dimasukkan dalam tujuan rehabilitasi jangka panjang.
6. Mungkin diperlukan sebagai tambahan untuk menyesuaikan pada perubahan
    gambaran diri.

4. Diagnosa keperawatan : Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan pembengkakan  
   pada anggota tubuh
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan perilaku yang mampu kembali melakukan aktivitas
a)    Intervensi :
1. Lakukan Retang Pergerakan Sendi (RPS)
2. Tingkatkan tirah baring / duduk
3. Berikan lingkungan yang tenang
4. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
5. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
b)   Rasionalisi
1. Meningkatkan kekuatan otot dan mencegah kekakuan sendi
2. Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan enegi untuk penyembuhan
3. tirah baring lama dapat meningkatkan kemampuan
4. Menetapkan kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi


5.      Diagnosa Keperawatan : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan bakteri, defisit
                                         imun, lesi pada kulit
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan keutuhan kulit, lesi pada kulit dapat hilang.
a)     Intervensi:
1. Ubah posisi di tempat tidur dan kursi sesering mungkin (tiap 2 jam sekali).
2. Gunakan pelindung kaki, bantalan busa/air pada waktu berada di tempat tidur dan    
    pada waktu duduk di kursi.
3. Periksa permukaan kulit kaki yang bengkak secara rutin.
4. Anjurkan pasien untuk melakukan rentang gerak.
5. Kolaborasi : Rujuk pada ahli kulit. Meningkatkan sirkulasi, dan mencegah
    terjadinya dekubitus.
b)    Rasionalisasai ;
1. Mengurangi resiko abrasi kulit dan penurunan tekanan yang dapat menyebabkan
    kerusakan aliran darah seluler.
2. Tingkatkan sirkulasi udara pada permukaan kulit untuk mengurangi panas/
    kelembaban.
3. Kerusakan kulit dapat terjadi dengan cepat pada daerah – daerah yang beresiko
    terinfeksi dan nekrotik.
4. Meningkatkan sirkulasi, dan meningkatkan partisipasi pasien.
5.Mungkin membutuhkan perawatan profesional untuk masalah kulit yang dialami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar